Senin, 01 September 2008

Kaum Muda Harus Menyiapkan Diri

Isu atau wacana saatnya kaum muda berkiprah dalam pentas kepemimpinan nasional dan partai politik terus bergulir, terutama sejak peringatan sumpah pemuda pada Oktober lalu. Beberapa tokoh nasional bahkan regional pun meminta agar kaum muda diberikan kesempatan untuk menjadi pemimpin bangsa ini. Bagaimana pendapat Sutiyoso, salah satu tokoh regional yang kini mencalonkan diri sebagai kontentas pemilihan presiden di 2009 mendatang, tentang kaum muda yang berkeinginan merotasi kepemimpinan nasional. Berikut penuturan beliau kepada wartawan LPM INSTITUT Akhwani Subkhi, Selasa 22 Januari di Aula Student Center UIN Jakarta.

Apa komentar Anda mengenai kaum muda yang berkeinginan mengambil alih kepemimpinan nasional?
Setuju, memang harus kalau ada yang muda yang sudah siap majulah dia tapi, caranya harus demokrasi salah satunya adalah ikut kompetisi dia. Saya amat senang memang saat ini sudah ada yang siap. Andai kata belum ada, siapa pun yang menjadi pemimpin nanti harus menyiapkan kader yang saya katakan tadi pembantu-pembantunya harus sebagian anak muda yang potensial untuk diproyeksikan menjadi pemimpin nasional nantinya.

Apa yang harus dilakukan kaum muda agar dapat merebut kepemimpinan nasional?
Siapkan diri, itu tadi intelektualitas dan dia pernah belajar memimpin. Tidak bisa tiba-tiba memimpin negara yang sangat complicated ini.

Apakah Anda optimis kaum muda bisa menjadi pemimpin nasional?
Bisa, kalau dia siap. Karena itu siapkan diri dengan baik. Kalau dia tidak mempunyai modal yang cukup dalam arti modal yang tadi yaitu pengalaman maka orang tidak laku dan takut karena yang dipertaruhkan adalah 220 juta manusia.

Apa yang menjadi penghalang/ kendala bagi kaum muda dalam melakukan rotasi kepemimpinan nasional?
Ya, saat ini karena lewat partai politik, sedangkan partai politik masih nepotisme. Menurut saya tidak bisa merekrut kader-kader yang terbaik untuk nongol.

Menurut Anda apakah ada tokoh kaum muda yang sudah siap dan layak untuk menjadi pemimpin nasional di 2009?
Kalian yang bisa menilai bukan saya, masyarakat yang bisa menilai siapa yang paling layak gitukan. Jadi harus ditongolkan karena itu andai kata-andai kata lagi pun kalau saya jadi pun beberapa yang saya teropong potensial harus menjadi pembantu kita supaya dia menggantikan kita nanti. Pemimpin itu harus legowo tidak kepengen terus-terusan di situ.

Jumat, 16 Mei 2008

Menkominfo Berdialog dengan Mahasiswa UIN Jakarta

Penulis Akhwani Subkhi

Ruang Sidang Utama, UINJKT Online- Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Prof Dr Ir Muhammad Nuh, DEA berpesan agar mahasiswa memperkuat basis personalitity seperti intelektualitas, kemampuan teknis, dan integritas atau moralitas. Pesan tersebut disampaikan Muhammad Nuh ketika berdialog dengan beberapa perwakilan mahasiswa yang berasal dari organisasi intra dan ekstra kampus UIN Jakarta di Ruang Sidang Utama, pada Jumat (16/5) siang.

Dialog tersebut digelar seusai Menkominfo meletakan batu pertama pembangunan gedung National Information and Communication Technology Human Resources Develeopment (NICT-HRD) Center di kampus II UIN Jakarta. Peletakan batu pertama ini dihadiri pula Menteri Agama H Muhammad Maftuh Basyuni, SH, Presiden Korea Telecommunication Corporation (KTC) Kim Han-Suk, Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia Mr Lee Sun-jin dan Rektor UIN Jakarta Prof Dr Komaruddin Hidayat.

Mantan Rektor Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya ini mengaku bangga bisa bersilaturrahmi dengan mahasiswa UIN Jakarta. “Saya merasa bangga bisa silaturrahmi dengan kalian,” ungkapnya. Dalam kesempatan itu dia menyampaikan tiga hal sebagaimana yang biasa ia sampaikan ketika mempunyai kesempatan bertemu atau berdialog dengan mahasiswa di kampus.

Ada tiga hal yang biasa saya sampikan kepada mahasiswa pertama, memberi motivasi kepada mahasiswa bahwa masa depan ada di tangan anda semua. Kedua, mahasiswa mempunyai kejernihan dalam melihat permasalahan, baik lokal maupun nasional. Ketiga, untuk menjalin silaturrahmi dengan mahasiswa,” ucapnya.

Pada kesempatan itu mahasiswa bertanya berbagai hal kepada Menkominfo salah satunya adalah alasan pemerintah akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Menurut Nuh menaikkan harga BBM memang pilihan paling tidak enak, tapi ini tidak lain untuk menyelamatkan mata rantai yang paling bawah yaitu rakyat kecil.

“Pemerintah lebih memilih menyelamatkan rakyat daripada menyelamatkan karir atau popularitas politiknya,” jelas suami drg Layly Rahmawati ini. Dia menjelaskan bahwa 40 persen subsidi BBM banyak dinikmati kalangan menengah-atas. Bagi dia ini gila.

Dia menuturkan banyak cara untuk berkomunikasi dan menyampaikan aspirasi kepada pemerintah jika tidak setuju dengan kebijakan pemerintah salah satunya seperti lewat dialog atau pertemuan ini. Menurutnya dialog lebih efektif dalam menyampaikan aspirasi kepada pemerintah, dibandingkan lewat spanduk dan aksi demonstrasi yang bikin macet jalanan.

“Kalau punya ide atau gagasan sampaikan saja secara langsung kepada presiden melalui dialog atau surat. Dan kami sangat welcome untuk dialog bahkan siap menjadi pak post yang menyampaikan surat anda kepada menteri terkait atau presiden,” tawarnya.

Pada pertemuan itu Menkominfo mengatakan akan membantu penyediaan hodspot dibeberapa titik kampus UIN Jakarta secara gratis. “Depkominfo akan dorong fasilitas IT terutama di lembaga pendidikan,” tandasnya.

Minggu, 11 Mei 2008

Guru Harus Kualified dan Mengenali Potensi Anak Didik

Penulis: Akhwani Subkhi


Auditorium Utama, UINJKT Online - Untuk mewujudkan kecerdasan anak didik, seorang guru harus memiliki kualifikasi, diantaranya kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran. Selain itu, guru dalam menjalankan tugasnya diharapkan berorientasi pada siswa, dinamis, dan demokratis. Demikian pernyataan tokoh pendidikan nasional, Prof Dr Arief Rahman, ketika menjadi narasumber dalam Seminar Nasional Pendidikan bertema "Menuju Pendidikan yang Mandiri dan Bermartabat di Tengah Tuntutan Globalisasi", yang digelar Yayasan Aldiana Nusantara bekerjasama dengan LSM Pandu Pendidikan Indonesia, di Auditorium Utama, Minggu (4/5).

Menurut Arief, seorang guru harus mengenali ragam potensi kecerdasan anak didiknya. "Potensi kecerdasan anak didik sangat bervariasi seperti potensi spiritual, potensi perasaan, potensi akal, potensi sosial, dan potensi jasmani," papar dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO ini, memaparkan pula tentang indikator kesuksesan pendidikan. Menurut dia, sukses pendidikan ada lima yaitu apabila anak didik bertakwa, berkepribadian matang, berilmu mutakhir dan berprestasi, punya rasa kebangsaan, dan berwawasan global. "Proses mencapai sukses tersebut didukung oleh peran orang tua, pola asuh, peran guru, dan guru kreatif," jelasnya. Dia menambahkan, ada segi tiga kerjasama keberhasilan pendidikan yaitu anak, orang tua, dan sekolah.

Hadir pula dalam sesi ini sebagai pembicara anggota BSNP Depdiknas Prof Dr Yunan Yusuf, Guru Besar FITK Prof Dr Abuddin Nata, dan Dirjen Bimas Islam Depag RI Prof Dr Nasarudin Umar.

Yunan Yusuf berbicara mengenai upaya meningkatkan perbaikan kualitas dan kesejahteraan guru. Menurut Yunan, dalam melaksanakan tugas profesionalnya, guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. "Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum mencakup gaji pokok (tunjangan yang melekat pada gaji), tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan," jelas mantan Dekan FDK UIN Jakarta.

Sementara itu, Abuddin Nata memaparkan peran pemerintah dalam melaksanakan program pendidikan kecakapan hidup yang bermutu demi pemberantasan pengangguran. Menurut Abuddin, pengangguran muncul dikarenakan berbagai faktor/penyebab, diantaranya program pendidikan yang kurang match dengan tuntutan dunia usaha dan industri, sikap mental dan etos kerja pencari kerja yang relative rendah, budaya masyarakat yang kurang mendukung kerja keras, dan tidak seimbangnya jumlah pencari kerja dengan lapangan kerja yang tersedia.

"Di antara cara yang bisa ditempuh untuk mengatasinya yaitu perlu menjalin kerjasama dan kemitraan antara lembaga pendidikan dengan dunia industri/perusahaan, baik jasa atau lainnya, misalnya, dengan kegiatan magang," ungkap mantan Pembantu Rektor Bidang Administrasi Umum UIN Jakarta. Selain itu, lanjut dia, perlu pula mengembangkan model pembelajaran yang berpusat pada siswa, menggali bakat, minat, dan kecenderungan serta mengembangkannya secara aktual, misalnya, progressive learning, problem based learning, learning by doing, dan sebagainya.

Sedangkan Nasarudin Umar yang menjadi pembicara terakhir memaparkan pengalaman pendidikan anaknya ketika belajar di Washington, Amerika Serikat. Dia mengungkapkan sistem pembelajaran di sana lebih banyak di luar kelas dan melatih kemandirian.. "Belajar di luar kelas atau learning by doing lebih efektif dibandingkan belajar di dalam kelas," ungkapnya.

Dia berharap agar sekolah seyogyanya bisa menjadi faktor utama dalam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan seorang anak, bukan laingkungan yang mempengaruhinya. Selain itu, dia juga mengungkapkan agar sekolah mampu melatih anak didiknya untuk mandiri. "Kemandirian anak sangat penting bukan hanya intelektual, tapi pula mental. Kemandirian harus dimulai sejak kecil, misalnya, ketika duduk di Taman Kanak-kanak," harapnya.

Persoalan Pendidikan yang Belum Terselesaikan

Penulis: Akhwani Subkhi

Auditorium Utama, UINJKT Online – Persoalan pendidikan di Indonesia, kian hari kian kompleks. Setidaknya terdapat empat persoalan utama dalam pendidikan nasional di negeri ini. Keempat masalah tersebut adalah akses dan pemerataan pendidikan masih belum maksimal, mutu pendidikan masih rendah, manajemen pendidikan (tata kelola dan good governence) yang kurang baik, dan tidak adanya relevansi pendidikan dengan dunia kerja.

Pernyataan tersebut diungkapkan dosen Universitas Negeri Jakarta, Dr Urifah Rosyidi M.Pd, saat menjadi pembicara Seminar Nasional Pendidikan bertema "Menuju Pendidikan yang Mandiri dan Bermartabat di Tengah Tuntutan Globalisasi", yang digelar di Auditorium Utama pada (4/5). Acara ini dilaksanakan oleh Yayasan Aldiana Nusantara bekerjasama dengan LSM Pandu Pendidikan Indonesia.

"Hingga kini keempat persoalan tersebut belum dapat diatasi," tegasnya. Selain memaparkan persoalan utama pendidikan, dia memaparkan pula tantangan mutu pendidikan. Tantangan tersebut menurut dia adalah program pendidikan berorientasi pada proyek, koordinasi antar lembaga lemah, rendahnya kemampuan SDM dan komitmen birokrasi, dan anggaran pendidikan yang tidak sesuai amanat UUD.

Dia menjelaskan bahwa orientasi dasar pedagogis adalah memanusiakan manusia, memerdekakan anak didik dari belenggu, bisa menghargai perbedaan, dan bisa bersikap demokratis.

"Standarisasi kompetensi dan efesiensi seperti Ujian Nasional, Badan Hukum Pendidikan, dan Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan terminologi industri yang sedang merajai dunia pendidikan saat ini dan dipandang telah mereduksi makna kemanusiaan dan tujuan utama pendidikan," papar perempuan yang kini menjabat sebagai salah seorang Pengurus Besar PGRI.

Selain itu, dia bicara pula tentang kecakapan hidup. Menurut dia kecakapan hidup adalah sesuatu yang tangible dan intangible. "Pengertian kecakapan hidup yang diberikan oleh pemerintah sangat terbatas," kritiknya. Jenis kecakapan hidup, imbuhnya, seperti kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan akademik, kecakapan vocasional, dan kecakapan personal dan sosial.

Dia menjelaskan, pengukuran kecakapan hidup ini bisa dilakukan, misalnya, pada kecakapan vocasional diukur dari penguasaan kompetensi bidang yang spesifik. Sedangkan pada kecakapan akademik diukur dari kesadaran dan variasi daya fisiknya, kritis, dan lainnya.

Sementara itu, Guru Besar FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta Prof Dr Agus Suradika yang menjadi pembicara kedua lebih fokus memaparkan mengenai implementasi kebijakan sertifikasi guru, misalnya tahun 2007. Menurut Agus sertifikasi tahun 2007 memiliki tiga kelemahan yaitu pilih kasih, adanya pemalsuan dokumen, dan keterlambatan pemberian tunjangan.

"Di lapangan ada guru yang sudah lama mengajar tapi belum disertifikasi, sebaliknya ada guru yang waktu mengajarnya belum lama tapi sudah disertifikasi," papar Agus. Dalam pelaksanaan sertifikasi menurutnya diperlukan kejujuran dari pihak terkait.

Melihat masih adanya permasalahan dalam pelaksanaan sertifikasi, Agus menawarkan usulan perbaikan. Pertama, secara kelembagaan agar PGRI menjadi aktor utama dalam pemberian sertifikasi guru. Kedua, perbaikan dan pengembangan instrumen sertifikasi bukan hanya pada portofolio. Ketiga, keputusan Mahkamah Konstitusi tidak boleh menjadi kendala.

UKM FORSA Gelar Kejuaraan Karate se-Jawa dan Bali

Penulis: Akhwani Subkhi

Student Center, UINJKT Online - Untuk mencari dan mengkader atlet karate se-Jawa dan Bali, UKM Federasi Olahraga Mahasiswa (Forsa) menggelar turnamen Kejuaraan Karate UIN Cup IV se-Jawa dan Bali, di Hall Student Center. Kejuaraan itu dilaksanakan selama tiga hari mulai 14 hingga 16 Maret 2008.

Kejuaraan ini memperebutkan Piala Bergilir Rektor UIN Jakarta, Piala Tetap Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) RI, dan Dinas Olahraga dan Pemuda (Disorda) DKI Jakarta. "Kejuaraan ini dilaksanakan sebagai pengkaderan atlet dan pencarian bibit karate. Selain itu, turnemen ini juga untuk menguji mental mereka," tutur ketua panitia Ade Laili.

Menurut Ade, yang juga mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris semester akhir, peserta yang mengikuti kejuaraan ini berjumlah 380 orang yang berasal dari 50 kontingen.

"Para peserta berasal dari daerah DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Mereka mewakili beberapa Perguruan Karate, Dojo (tempat latihan), dan kampus," tutur Ade saat dihubungi UINJKT Online, Jumat (14/3).

Kejuaraan tersebut terdiri dari lima kategori atau tingkatan, dini (9-12 tahun), pemula (13-15 tahun), kadet (16-17 tahun), junior (18-20 tahun), dan senior (20 tahun keatas). Di hari pertama ini (14/3) yang bertanding adalah tingkatan dini dan pemula dengan waktu selama satu setengah menit per pertandingan.

Acara tersebut dibuka secara resmi oleh staf Menpora RI Bidang Sumber Daya drg Akmal Mukhtar. Hadir pada kesempata itu, perwakilan Gubernur DKI Jakarta Drs Firmansyah, Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan Prof Dr Ahmad Thib Raya, dan para peserta serta mahasiswa UIN Jakarta.

Prosesi pembukaan acara ini dilakukan usai salat Jumat, tepatnya pukul 13.30 WIB. Berbeda dengan prosesi pembukaan acara lain, pembukaan Kejuaraan Karate dilakukan di pertengahan pertandingan. "Sebelum dilakukan pembukaan, terlebih dahulu diisi dengan pertandingan kata (penampilan jurus) dari tiap kontingen. Pertandingan kata ini dilakukan dari pukul 09.00 hingga 11.00," jelas Ade.

Ahmad Thib Raya dalam sambutannya mengungkapkan kebanggaannya terhadap pelaksanaan kejuaraan ini. "Kami bangga karena karate UIN Jakarta bisa menunjukan eksistensinya," ucapnya. Sedangkan menurut ketua panitia kejuaraan ini merupakan agenda dwitahunan Forsa Divisi Karate.

Kegiatan tersebut berlangsung atas dukungan dana dari berbagai pihak. Rektorat UIN Jakarta bertindak sebagai sponsor terbesar. Sejumlah perusahaan dan instansi pun turut mensponsori acara itu. Diantaranya Kopiko, Coca Cola, Disorda DKI Jakarta, dan Menpora RI. Selain didukung para sponsor tersebut, acara ini juga didukung Forki DKI Jakarta sebagai wasit dan juri.

Kejuaraan yang telah dipersiapkan sejak lima bulan lalu itu, berhasil menyedot animo civitas akademika kampus ini. Mereka tertarik, karena acara tersebut termasuk jarang digelar di UIN Jakarta. Mahasiswa Perbankan Syariah, Alfi Fajrin, salah satu penonton yang ditemui UINJKT Online mengungkapkan, kegiatan ini sangat positif untuk mempublikasikan kampus UIN agar dikenal publik.

Sementara itu, salah seorang peserta putri dari Bandung Karate Club (BKC) memandangnya sebagai tempat unjuk gigi. "Turnemen ini sebagai wadah untuk menguji ilmu atau kemampuan karate mereka dan memberikan nilai edukasi kepada peserta bahwa bertarung/berkelahi itu ada tempatnya," tutur Icha.

Saat ini Kita Butuh Guru Kreatif

Penulis Akhwani Subkhi

Ciputat, UINJKT Online - Pemerintah harus meningkatkan insentif dan kesejahteraan bagi para guru jika mereka ingin menjadi sosok guru yang kreatif. Demikian pernyataan dosen Pascasarjana Universitas Indonesia Renald Kasali ketika berdiskusi di acara Opening Session dan Dialog Pendidikan, di Saung Bambooina, Ciputat, Minggu (13/4).

Dialog pendidikan yang bertemakan Strategi Pengembangan Sekolah Guru Kreatif dalam Upayanya Melakukan Penetrasi ke Sekolah-sekolah di Indonesia ini dilaksanakan oleh tim manajemen Sekolah Guru Kreatif (SGK) dalam rangka pemberian tanda bukti kelulusan (ijazah) peserta angkatan pertama dan opening session angkatan kedua SGK.

Menurut Renald, saat ini insentif dan kesejahteraan guru yang diberikan pemerintah masih kecil. "Apabila guru ingin kreatif maka insentif yang diberikan harus lebih baik," ungkap Renald. Dia menuturkan guru kreatif sangat dibutuhkan di negeri ini mengingat kondisi pendidikan kita tidak terlalu menguntungkan tertinggal jauh dengan negara lain dan masih menggunakan metode pembelajaran menghafal atau hafalan.

"Selain itu, hal terpenting bagi guru kreatif adalah mampu mengajarkan anak didik dan masyarakat agar menghargai dan mengapresiasi budaya orang lain. Sekarang ini di masyarakat lagi beredar sikap tidak menghargai dan mengapresiasi orang lain," terangnya.
Laki-laki berkacamata ini meminta seorang guru dapat memancing dan menghargai kreatifitas anak didiknya supaya mereka bisa menunjukan kreatifitas yang dimilikinya. "Dalam pendidikan apabila seorang anak diapresiasi maka dia akan menunjukan kreatifitasnya. Tugas guru adalah memancing kreatifitas siswa tersebut," jelasnya.

Sementara itu pembicara lain Utomo Dananjaya, mengatakan untuk menjadi orang kreatif harus sering melakukan perubahan dan sering berimajinasi atau latihan. Selain itu, dia menyarankan agar jangan memelihara kebiasaan tapi menciptakan kebiasaan baru.
Dia juga meminta agar guru selalu berpikir apabila ingin kreatif. "Kalau guru tidak berpikir bagaimana dia mau kreatif," ungkap laki-laki yang biasa disapa Mas Tom ini.

3 Pengurus Partai Islam Tepis Tren Penuruan

Penulis: Akhwani Subkhi

Student Center
, UINJKT Online - Tiga partai yang berazaskan Islam menepis hasil survey Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang menyatakan trend partai Islam menurun. Ketiga partai tersebut adalah Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Pernyataan itu disampaikan perwakilan dari ketiga partai ketika menjadi narasumber acara talkshow bertajuk Kancah Politik Partai Islam Menuju Pemilu 2009, di Aula Student Center, Senin, (21/4) malam. Acara talkshow ini merupakan rangkaian acara UIN Book Fair 2008 yang diselenggarakan oleh beberapa Badan Eksekutif Mahasiswa dari Partai Intelektual Muslim (PIM).

Wakil Sekretaris Jenderal PBB Sabar Sitanggang membantah keras hasil survei LSI tersebut. "Trend partai Islam menurun itu salah dan ini jelas-jelas menyesatkan," ungkap Sabar dengan tegas. Pernyataan Sabar itu didukung Ketua Bidang Humas DPP PKS Ahmad Mabruri yang mengatakan hasil survei LSI salah ada benarnya.

"Pada 2004 hasil survei LSI menyatakan PKS tidak akan lolos electoral treshold, tapi kenyataanya PKS lolos," papar Mabruri. Sementara itu Sekretaris Majelis Pakar DPP PPP Sihabudin Nur mengungkapkan hasil penelitian LSI ok-ok saja karena telah menggunakan metodologi. "Namun, LSI hanya memaparkan hasilnya saja tapi tidak mempublikasikan misalnya variabel dan indikator penelitian yang digunakan," ungkapnya.

Selain menolak hasil survei, ketiga partai itu juga menepis pernyataan yang mengatakan partai yang menggunakan ideologi Islam mulai mencair. Menurut Mabruri ideologi Islam mulai mencair itu tidak ada dan tidak benar. Sedangkan menurut Sihabudin istilah cair tidak cair ideologi Islam itu hanya konstruksi pers saja. "Saya tidak percaya dengan hal itu," tegasnya.

Namun sayangnya, dalam kesempatan tersebut, pihak LSI tidak diundang. Sehingga, sejumlah peserta menganggap acara tersebut tidak fair.